Keluarga Umar bin Abdul Aziz
Amirul Mukminin Umar bin Abdul
Aziz, ya begitulah rakyatnya memanggilnya. Seorang pemimpin yang saleh,
kharimastik, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Sosoknya yang begitu
melegenda tentu membuat hati penasaran untuk mengenalnya. Peristiwa-peristiwa
pada pemerintahannya menimbulkan rasa cinta untuk meneladaninya. Berikut ini
bersama kita simak biografi singkat dari sang khalifah yang mulia.
Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia, penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.
Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia, penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.
Ayahnya adalah Abdul Aziz bin
Marwan, salah seorang dari gubernur Klan Umayah. Ia seorang yang pemberani lagi
suka berderma. Ia menikah dengan seorang wanita salehah dari kalangan Quraisy
lainnya, wanita itu merupakan keturunan Umar bin Khattab, dialah Ummua Ashim
binti Ashim bin Umar bin Khattab, dialah ibu Umar bin Abdul Aziz. Abdul Aziz
merupakan laki-laki yang saleh yang baik pemahamannya terhadap agama. Ia
merupakan murid dari sahabat senior Abu Hurairah.
Ibunya Ummu Ashim, Laila binti Ashim bin Umar bin
Khattab. Bapaknya Laila merupakan anak Umar bin Khattab, ia sering menyampaikan
hadis nabi dari Umar. Ia adalah laki-laki dengan perawakan tegap dan jangkung,
satu dari sekian laki-laki mulia di zaman tabi’in. Ada kisah menarik mengenai
kisah pernikahannya, kisah ini cukup penting untuk diketengahkan karena dampak kejadian
ini membekas kepada keturunannya, yakni Umar bin Abdul Aziz.
Cerita ini dikisahkan oleh Abdullah
bin Zubair bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya yang bernama Aslam. Ia
menuturkan, “Suatu malam aku sedang menemani Umar bin Khattab berpatroli di
Madinah. Ketika beliau merasa lelah, ketika beliau merasa lelah, beliau
bersandar ke dinding di tengah malam, beliau mendengar seorang wanita berkata
kepada putrinya, ‘Wahai putriku, campurlah susu itu dengan air.’ Maka putrinya
menjawab, ‘Wahai ibunda, apakah engkau tidak mendengar maklumat Amirul Mukminin
hari ini?’ Ibunya bertanya, ‘Wahai putriku, apa maklumatnya?’ Putrinya
menjawab, ‘Dia memerintahkan petugas untuk mengumumkan, hendaknya susu tidak
dicampur dengan air.’ Ibunya berkata, ‘Putriku, lakukan saja, campur susu itu
dengan air, kita di tempat yang tidak dilihat oleh Umar dan petugas Umar.’ Maka
gadis itu menjawab, ‘Ibu, tidak patut bagiku menaatinya di depan khalayak
demikian juga menyelesihinya walaupun di belakang mereka.’ Sementara Umar
mendengar semua perbincangan tersebut. Maka dia berkata, ‘Aslam, tandai pintu
rumah tersebut dan kenalilah tempat ini.’ Lalu Umar bergegas melanjutkan
patrolinya.
Di pagi hari Umar berkata, ‘Aslam,
pergilah ke tempat itu, cari tahu siapa wanita yang berkata demikian dan kepada
siapa dia mengatakan hal itu. Apakah keduanya mempunyai suami?’ Aku pun
berangkat ke tempat itu, ternyata ia adalah seorang gadis yang belum bersuami
dan lawan bicaranya adalah ibunya yang juga tidak bersuami. Aku pun pulang dan
mengabarkan kepada Umar. Setelah itu, Umar langsung memanggil putra-putranya
dan mengumpulkan mereka, Umar berkata, ‘Adakah di antara kalian yang ingin
menikah?’ Ashim menjawab, ‘Ayah, aku belum beristri, nikahkanlah aku.’ Maka
Umar meminang gadis itu dan menikahkannya dengan Ashim. Dari pernikahan ini
lahir seorang putri yang di kemudian hari menjadi ibu bagi Umar bin Abdul
Aziz.”
Diriwayatkan bahwa pada suatu malam
Umar bin Khattab bermimpi, dia berkata, “Seandainya mimpiku ini termasuk tanda
salah seorang dari keturunanku yang akan memenuhinya dengan keadilan (setelah
sebelumnya) dipenuhi dengan kezaliman. Abdullah bin Umar mengatakan,
“Sesungguhnya keluarga Al-Khattab mengira bahwa Bilal bin Abdullah yang
mempunyai tanda di wajahnya.” Mereka mengira bahwa dialah orang yang dimaksud,
hingga Allah kemudian menghadirkan Umar bin Abdul Aziz.
Kelahiran
dan Wafatnya
Ahli sejarah berpendapat bahwa
kelahiran Umar bin Abdul Aziz terjadi di tahun 61 H. Ia dilahirkan di Kota
Madinah An-Nabawiyah, pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Umar bin Abdul
Aziz tidak memiliki usia yang panjang, ia wafat pada usia 40 tahun, usia yang
masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia
yang singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan
Islam secara khusus.
Ia dijuluki Asyaj Bani Umayah (yang
terluka di wajahnya) sebagaimana mimpi Umar bin Khattab.
BIOGRAFI KHALIFAH HARUN AR-RASYID
Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada
tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan. Harun
Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah
antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang
ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang ketiga.Ibunya Jurasyiyah
dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.
Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma'mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia.
Di masa pemerintahannya beliau :
* Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
* Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
* Membangun tempat-tempat peribadatan.
* Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
* Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
* Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.
Harun Al-Rasyid Bukanlah Khalifah Yang Suka Foya-Foya!!
Banyak orang meyakini bahwa khalifah Bani ‘Abbas, Harun al-Rasyid adalah seorang yang suka hura-hura dan foya-foya, hidup dalam gelamour kehidupan.
Namun sebenarnya, tidaklah demikian. Harun al-Rasyid amat berbeda dari kondisi seperti itu sama sekali. Beliau adalah Abu Ja’far, Harun bin al-Mahdi, Muhammad bin al-Manshur, salah seorang khalifah Daulah Bani ‘Abbasiah di Iraq, yang lahir tahun 148 H.
Beliau menjadi khalifah menggantikan kakaknya, al-Hadi pada tahun 170 H. Beliau merupakan khalifah paling baik, dan raja dunia paling agung pada waktu itu. Beliau biasa menunaikan haji setahun dan berperang setahun. Sekalipun sebagai seorang khalifah, beliau masih sempat shalat yang bila dihitung setiap harinya mencapai seratus rakaat hingga beliau wafat. Beliau tidak meninggalkan hal itu kecuali bila ada uzur. Demikian pula, beliau biasa bersedekah dari harta pribadinya setiap harinya sebesar 1000 dirham.
Beliau orang yang mencintai ilmu dan para penuntut ilmu, mengagungkan kehormatan Islam dan membenci debat kusir dalam agama dan perkataan yang bertentangan dengan Kitabullah dan as-Sunnah an-Nabawiyyah.
Beliau berumrah tahun 179 H di bulan Ramadhan, dan terus dalam kondisi ihram hingga melaksanakan kewajiban haji. Beliau berjalan kaki dari Mekkah ke padang Arafah.
Beliau berhasil menguasai kota Hiracle dan menyebarkan pasukannya di bumi Romawi hingga tidak tersisa lagi seorang Muslim pun yang menjadi tawanan di kerajaan mereka. Beliau mengirimkan pasukannya yang kemudian menaklukkan benteng Cicilia, Malconia dan Cyprus, lalu menawan penduduknya yang berjumlah 16000 orang.
Harun al-Rasyid wafat dalam usia 45 tahun atau 46 tahun dalam perangnya di Khurasan tahun 193 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar